Tuesday, May 7, 2019

Filled Under:

RIBA DALAM EMAS

Pada pembahasan ini dan pembahasan selanjutnya kita akan melihat tentang macam-macam 
riba.Riba itu ada dua macam bahkan lebih lengkapnya lagi kita dapat bagi menjadi tiga macam.
[Pertama] Riba Fadhl (riba karena adanya penambahan)
Keterangan mengenai riba fadhl terdapat dalam hadits berikut.
الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ وَالتَّمْرُ
 بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلاً بِمِثْلٍ يَدًا بِيَدٍ فَمَنْ زَادَ
  أَوِ اسْتَزَادَ فَقَدْ أَرْبَى الآخِذُ وَالْمُعْطِى فِيهِ سَوَاءٌ

Jika emas dijual dengan emas, perak dijual dengan perak, gandum dijual dengan 
gandum, sya’ir (salah satu jenis gandum) dijual dengan sya’ir, kurma dijual dengan 
kurma, dan garam dijual dengan garam, maka jumlah (takaran atau timbangan) harus 
sama dan dibayar kontan (tunai). Barangsiapa menambah atau meminta tambahan, 
maka ia telah berbuat riba. 
Orang yang mengambil tambahan tersebut dan orang yang memberinya sama-sama 
berada dalam dosa.” (HR. Muslim no. 1584)
الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ 
وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلاً بِمِثْلٍ سَوَاءً بِسَوَاءٍ يَدًا بِيَدٍ 
فَإِذَا اخْتَلَفَتْ هَذِهِ الأَصْنَافُ فَبِيعُوا كَيْفَ شِئْتُمْ إِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ

Jika emas dijual dengan emas, perak dijual dengan perak, gandum dijual dengan 
gandum, sya’ir (salah satu jenis gandum) dijual dengan sya’ir, kurma dijual dengan 
kurma, dan garam dijual dengan garam, maka jumlah (takaran atau timbangan) 
harus sama dan dibayar kontan (tunai). Jika jenis barang tadi berbeda, maka silakan 
engkau membarterkannya sesukamu, namun harus dilakukan secara kontan (tunai). 
” (HR. Muslim no. 1587)
Para ulama telah menyepakati bahwa keenam komoditi (emas, perak, gandum, sya’ir, 
kurma dan garam) yang disebutkan dalam hadits di atas termasuk komoditi ribawi. 
Sehingga enam komoditi tersebut boleh diperjualbelikan dengan cara barter asalkan 
memenuhi syarat. Bila barter dilakukan antara komoditi yang sama -misalnya kurma 
dengan kurma, emas dengan emas, gandum dengan gandum-, maka akad tersebut 
harus memenuhi dua persyaratan.
Persyaratan pertama, transaksi harus dilakukan secara kontan (tunai). Sehingga 
penyerahan barang yang dibarterkan harus dilakukan pada saat terjadi akad 
transaksi dan tidak boleh ditunda seusai akad atau setelah kedua belah pihak yang 
mengadakan akad barter berpisah, walaupun hanya sejenak.
Misalnya, kurma kualitas bagus sebanyak 2 kg ingin dibarter dengan kurma lama 
sebanyak 2 kg pula, maka syarat ini harus terpenuhi. Kurma lama harus ditukar dan 
tanpa boleh ada satu gram yang tertunda (misal satu jam atau satu hari) ketika akad barter. 
Pembahasan ini  akan masuk riba jenis kedua yaitu riba nasi’ah (riba karena adanya 
penundaan).
Persyaratan kedua, barang yang menjadi objek barter harus sama jumlah dan 
takarannya, walau terjadi perbedaan mutu antara kedua barang.
Misalnya, Ahmad ingin menukar emas 21 karat sebanyak 5 gram dengan emas 
24 karat. 
Maka ketika terjadi akad barter, tidak boleh emas 24 karat dilebihkan misalnya 
jadi 7 gram. 
Jika dilebihkan, maka terjadilah riba fadhl.
Jika dua syarat di atas tidak terpenuhi, maka jual beli di atas tidaklah sah dan 
jika barangnya dimakan, berarti telah memakan barang yang haram.
Catatan:
Apakah riba hanya berlaku pada enam komoditi ribawi (yaitu emas, perak, 
gandum, sya’ir, kurma dan garam) atau bisa juga berlaku pada komoditi yang lain?
Menurut jumhur (mayoritas ulama), riba juga berlaku pada selain enam komoditi tadi. 
Komoditi lain berlaku hal yang sama jika memiliki kesamaan ‘illah (alasan). 
Namun para ulama berselisih mengenai apa ‘illah dari masing-masing komoditi. 
Yang jelas mereka sepakat bahwa emas dan perak memiliki kesamaan ‘illah. 
Sedangkan kurma, gandum, sya’ir dan garam juga memiliki kesamaan ‘illah tersendiri.
Di antara pendapat yang ada mengatakan bahwa alasan berlakunya riba pada 
emas dan perak adalah karena keduanya ditimbang, sedangkan empat komoditi lainnya 
adalah karena  ditakar. Jadi setiap barang yang ditimbang dan ditakar, berlaku hukum 
riba fadhl. Inilah pendapat Hanafiyah dan Hambali. (Lihat Al Mughni, 7/495)
Pendapat yang lain mengatakan bahwa alasan berlakunya riba pada emas dan perak 
adalah karena keduanya merupakan alat tukar jual beli, sedangkan empat komoditi 
lainnya adalah karena sebagai makanan pokok yang dapat disimpan
Jadi setiap barang yang memiliki kesamaan seperti ini berlaku hukum riba fadhl 
semacam beras, jagung, dan sagu. 
Inilah pendapat Malikiyah. (Lihat Bidayatul Mujtahid, 7/182-183)
Pendapat yang lain mengatakan bahwa alasan berlakunya riba pada emas dan perak 
adalah karena keduanya adalah alat tukar jual beli, sedangkan komoditi lain adalah
 sebagai bahan makanan. Jadi setiap barang yang termasuk bahan makanan pokok 
atau bukan, berlaku pula hukum riba. Inilah pendapat Syafi’iyah dan salah satu 
pendapat Imam Ahmad. (Lihat Mughnil  Muhtaj dan Al Mughni)
Sedangkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan juga salah satu pendapat dari Imam Ahmad 
berpendapat bahwa emas dan perak berlaku hukum riba karena keduanya adalah alat tukar 
jual beli, sedangkan empat komoditi lainnya adalah karena termasuk bahan makanan yang 
 ditakar atau ditimbang.
Namun ada pendapat yang lebih bagus lagi sebagaimana yang dipilih oleh 
Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin dalam Syarhul Mumthi’
Alasan berlakunya riba pada emas dan perak yaitu karena keduanya 
adalah emas dan perak, baik sebagai alat untuk jual beli atau tidak. 
Sedangkan empat komoditi lain termasuk komoditi riba karena merupakan 
bahan makanan yang ditakar atau ditimbang. Jadi jika kalung emas ingin ditukar 
dengan kalung emas –misalnya-, berlaku juga hukum riba, walaupun kalung bukan 
alat untuk jual beli.Sebagaimana terdapat dalam hadits Fadholah bin ‘Ubaid Al Anshori, 
bahwa beliau pernah didatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada saat 
peperangan Khaibar. Fadholah ketika itu memiliki kalung yang terdapat permata 
dan emas. Kalung ini berasal dari ghonimah yang akan dijual. Kemudian Rasulullah 
shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk memisahkan emas yang ada di 
kalung tersebut. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَزْنًا بِوَزْنٍ

Jika emas ingin ditukar dengan emas, maka harus sama timbangannya.” 
(HR. Muslim no. 1591)
Lalu bagaimanakah dengan uang kertas (mata uang)? Apakah juga berlaku 
hukum riba?Jawabannya: Iya, keduanya dihukumi sama dengan emas dan perak. 
Sehingga ada beberapa ketentuan yang berlaku tatkala ingin menukar mata uang 
sebagaimana berlaku pada emas dan perak. Ketentuan tersebut adalah:
1. Tidak dibolehkan sama sekali untuk menukarkan uang kertas yang sama –seperti 
menukar rupiah dan rupiah- atau menukarkan uang kertas dengan yang beda jenis –
seperti menukar  dolar dan rupiah- dengan cara pembayaran diutang (kredit).
2. Tidak dibolehkkan untuk menukarkan uang yang sama dengan cara melebihkan 
sebagian dari yang lain, seperti menukarkan seratus ribu rupiah dengan seratus sepuluh
 ribu rupiah, ini tidak diperbolehkan.
3. Boleh menukarkan uang kertas yang berbeda jenis -misal dolar dan rupiah- dengan 
melebihkan salah satunya, asalkan dilakukan secara kontan (tunai). (Lihat penjelasan 
Fatwa Al Lajnah Ad Da’imah, 13/442, no. 3291)
-bersambung ke pembahasan Riba An Nasi’ah dan Riba Utang Piutang-
Sumber :
https://rumaysho.com/364-riba-dalam-emas-dll-riba-fadhl.html



0 komentar:

Copyright @ 2013 IKATAN KELUARGA BESAR HAJI ABU BIN HAJI RAIS.