Pada pembahasan ini dan pembahasan selanjutnya kita akan melihat tentang macam-macam
riba.Riba itu ada dua macam bahkan lebih lengkapnya lagi kita dapat bagi menjadi tiga macam.
riba.Riba itu ada dua macam bahkan lebih lengkapnya lagi kita dapat bagi menjadi tiga macam.
[Pertama] Riba Fadhl (riba karena adanya penambahan)
Keterangan mengenai riba fadhl terdapat dalam hadits berikut.
الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ وَالتَّمْرُ
بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلاً بِمِثْلٍ يَدًا بِيَدٍ فَمَنْ زَادَ
أَوِ اسْتَزَادَ فَقَدْ أَرْبَى الآخِذُ وَالْمُعْطِى فِيهِ سَوَاءٌ
بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلاً بِمِثْلٍ يَدًا بِيَدٍ فَمَنْ زَادَ
أَوِ اسْتَزَادَ فَقَدْ أَرْبَى الآخِذُ وَالْمُعْطِى فِيهِ سَوَاءٌ
“Jika emas dijual dengan emas, perak dijual dengan perak, gandum dijual dengan
gandum, sya’ir (salah satu jenis gandum) dijual dengan sya’ir, kurma dijual dengan
kurma, dan garam dijual dengan garam, maka jumlah (takaran atau timbangan) harus
sama dan dibayar kontan (tunai). Barangsiapa menambah atau meminta tambahan,
maka ia telah berbuat riba.
Orang yang mengambil tambahan tersebut dan orang yang memberinya sama-sama
berada dalam dosa.” (HR. Muslim no. 1584)
الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ
وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلاً بِمِثْلٍ سَوَاءً بِسَوَاءٍ يَدًا بِيَدٍ
فَإِذَا اخْتَلَفَتْ هَذِهِ الأَصْنَافُ فَبِيعُوا كَيْفَ شِئْتُمْ إِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ
وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلاً بِمِثْلٍ سَوَاءً بِسَوَاءٍ يَدًا بِيَدٍ
فَإِذَا اخْتَلَفَتْ هَذِهِ الأَصْنَافُ فَبِيعُوا كَيْفَ شِئْتُمْ إِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ
“Jika emas dijual dengan emas, perak dijual dengan perak, gandum dijual dengan
gandum, sya’ir (salah satu jenis gandum) dijual dengan sya’ir, kurma dijual dengan
kurma, dan garam dijual dengan garam, maka jumlah (takaran atau timbangan)
harus sama dan dibayar kontan (tunai). Jika jenis barang tadi berbeda, maka silakan
engkau membarterkannya sesukamu, namun harus dilakukan secara kontan (tunai).
” (HR. Muslim no. 1587)
Para ulama telah menyepakati bahwa keenam komoditi (emas, perak, gandum, sya’ir,
kurma dan garam) yang disebutkan dalam hadits di atas termasuk komoditi ribawi.
Sehingga enam komoditi tersebut boleh diperjualbelikan dengan cara barter asalkan
memenuhi syarat. Bila barter dilakukan antara komoditi yang sama -misalnya kurma
dengan kurma, emas dengan emas, gandum dengan gandum-, maka akad tersebut
harus memenuhi dua persyaratan.
kurma dan garam) yang disebutkan dalam hadits di atas termasuk komoditi ribawi.
Sehingga enam komoditi tersebut boleh diperjualbelikan dengan cara barter asalkan
memenuhi syarat. Bila barter dilakukan antara komoditi yang sama -misalnya kurma
dengan kurma, emas dengan emas, gandum dengan gandum-, maka akad tersebut
harus memenuhi dua persyaratan.
Persyaratan pertama, transaksi harus dilakukan secara kontan (tunai). Sehingga
penyerahan barang yang dibarterkan harus dilakukan pada saat terjadi akad
transaksi dan tidak boleh ditunda seusai akad atau setelah kedua belah pihak yang
mengadakan akad barter berpisah, walaupun hanya sejenak.
penyerahan barang yang dibarterkan harus dilakukan pada saat terjadi akad
transaksi dan tidak boleh ditunda seusai akad atau setelah kedua belah pihak yang
mengadakan akad barter berpisah, walaupun hanya sejenak.
Misalnya, kurma kualitas bagus sebanyak 2 kg ingin dibarter dengan kurma lama
sebanyak 2 kg pula, maka syarat ini harus terpenuhi. Kurma lama harus ditukar dan
tanpa boleh ada satu gram yang tertunda (misal satu jam atau satu hari) ketika akad barter.
Pembahasan ini akan masuk riba jenis kedua yaitu riba nasi’ah (riba karena adanya
penundaan).
sebanyak 2 kg pula, maka syarat ini harus terpenuhi. Kurma lama harus ditukar dan
tanpa boleh ada satu gram yang tertunda (misal satu jam atau satu hari) ketika akad barter.
Pembahasan ini akan masuk riba jenis kedua yaitu riba nasi’ah (riba karena adanya
penundaan).
Persyaratan kedua, barang yang menjadi objek barter harus sama jumlah dan
takarannya, walau terjadi perbedaan mutu antara kedua barang.
takarannya, walau terjadi perbedaan mutu antara kedua barang.
Misalnya, Ahmad ingin menukar emas 21 karat sebanyak 5 gram dengan emas
24 karat.
Maka ketika terjadi akad barter, tidak boleh emas 24 karat dilebihkan misalnya
jadi 7 gram.
Jika dilebihkan, maka terjadilah riba fadhl.
24 karat.
Maka ketika terjadi akad barter, tidak boleh emas 24 karat dilebihkan misalnya
jadi 7 gram.
Jika dilebihkan, maka terjadilah riba fadhl.
Jika dua syarat di atas tidak terpenuhi, maka jual beli di atas tidaklah sah dan
jika barangnya dimakan, berarti telah memakan barang yang haram.
jika barangnya dimakan, berarti telah memakan barang yang haram.
Catatan:
Apakah riba hanya berlaku pada enam komoditi ribawi (yaitu emas, perak,
gandum, sya’ir, kurma dan garam) atau bisa juga berlaku pada komoditi yang lain?
gandum, sya’ir, kurma dan garam) atau bisa juga berlaku pada komoditi yang lain?
Menurut jumhur (mayoritas ulama), riba juga berlaku pada selain enam komoditi tadi.
Komoditi lain berlaku hal yang sama jika memiliki kesamaan ‘illah (alasan).
Namun para ulama berselisih mengenai apa ‘illah dari masing-masing komoditi.
Yang jelas mereka sepakat bahwa emas dan perak memiliki kesamaan ‘illah.
Sedangkan kurma, gandum, sya’ir dan garam juga memiliki kesamaan ‘illah tersendiri.
Komoditi lain berlaku hal yang sama jika memiliki kesamaan ‘illah (alasan).
Namun para ulama berselisih mengenai apa ‘illah dari masing-masing komoditi.
Yang jelas mereka sepakat bahwa emas dan perak memiliki kesamaan ‘illah.
Sedangkan kurma, gandum, sya’ir dan garam juga memiliki kesamaan ‘illah tersendiri.
Di antara pendapat yang ada mengatakan bahwa alasan berlakunya riba pada
emas dan perak adalah karena keduanya ditimbang, sedangkan empat komoditi lainnya
adalah karena ditakar. Jadi setiap barang yang ditimbang dan ditakar, berlaku hukum
riba fadhl. Inilah pendapat Hanafiyah dan Hambali. (Lihat Al Mughni, 7/495)
emas dan perak adalah karena keduanya ditimbang, sedangkan empat komoditi lainnya
adalah karena ditakar. Jadi setiap barang yang ditimbang dan ditakar, berlaku hukum
riba fadhl. Inilah pendapat Hanafiyah dan Hambali. (Lihat Al Mughni, 7/495)
Pendapat yang lain mengatakan bahwa alasan berlakunya riba pada emas dan perak
adalah karena keduanya merupakan alat tukar jual beli, sedangkan empat komoditi
lainnya adalah karena sebagai makanan pokok yang dapat disimpan.
Jadi setiap barang yang memiliki kesamaan seperti ini berlaku hukum riba fadhl
semacam beras, jagung, dan sagu.
Inilah pendapat Malikiyah. (Lihat Bidayatul Mujtahid, 7/182-183)
adalah karena keduanya merupakan alat tukar jual beli, sedangkan empat komoditi
lainnya adalah karena sebagai makanan pokok yang dapat disimpan.
Jadi setiap barang yang memiliki kesamaan seperti ini berlaku hukum riba fadhl
semacam beras, jagung, dan sagu.
Inilah pendapat Malikiyah. (Lihat Bidayatul Mujtahid, 7/182-183)
Pendapat yang lain mengatakan bahwa alasan berlakunya riba pada emas dan perak
adalah karena keduanya adalah alat tukar jual beli, sedangkan komoditi lain adalah
sebagai bahan makanan. Jadi setiap barang yang termasuk bahan makanan pokok
atau bukan, berlaku pula hukum riba. Inilah pendapat Syafi’iyah dan salah satu
pendapat Imam Ahmad. (Lihat Mughnil Muhtaj dan Al Mughni)
adalah karena keduanya adalah alat tukar jual beli, sedangkan komoditi lain adalah
sebagai bahan makanan. Jadi setiap barang yang termasuk bahan makanan pokok
atau bukan, berlaku pula hukum riba. Inilah pendapat Syafi’iyah dan salah satu
pendapat Imam Ahmad. (Lihat Mughnil Muhtaj dan Al Mughni)
Sedangkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan juga salah satu pendapat dari Imam Ahmad
berpendapat bahwa emas dan perak berlaku hukum riba karena keduanya adalah alat tukar
jual beli, sedangkan empat komoditi lainnya adalah karena termasuk bahan makanan yang
ditakar atau ditimbang.
berpendapat bahwa emas dan perak berlaku hukum riba karena keduanya adalah alat tukar
jual beli, sedangkan empat komoditi lainnya adalah karena termasuk bahan makanan yang
ditakar atau ditimbang.
Namun ada pendapat yang lebih bagus lagi sebagaimana yang dipilih oleh
Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin dalam Syarhul Mumthi’.
Alasan berlakunya riba pada emas dan perak yaitu karena keduanya
adalah emas dan perak, baik sebagai alat untuk jual beli atau tidak.
Sedangkan empat komoditi lain termasuk komoditi riba karena merupakan
bahan makanan yang ditakar atau ditimbang. Jadi jika kalung emas ingin ditukar
dengan kalung emas –misalnya-, berlaku juga hukum riba, walaupun kalung bukan
alat untuk jual beli.Sebagaimana terdapat dalam hadits Fadholah bin ‘Ubaid Al Anshori,
bahwa beliau pernah didatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada saat
peperangan Khaibar. Fadholah ketika itu memiliki kalung yang terdapat permata
dan emas. Kalung ini berasal dari ghonimah yang akan dijual. Kemudian Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk memisahkan emas yang ada di
kalung tersebut. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin dalam Syarhul Mumthi’.
Alasan berlakunya riba pada emas dan perak yaitu karena keduanya
adalah emas dan perak, baik sebagai alat untuk jual beli atau tidak.
Sedangkan empat komoditi lain termasuk komoditi riba karena merupakan
bahan makanan yang ditakar atau ditimbang. Jadi jika kalung emas ingin ditukar
dengan kalung emas –misalnya-, berlaku juga hukum riba, walaupun kalung bukan
alat untuk jual beli.Sebagaimana terdapat dalam hadits Fadholah bin ‘Ubaid Al Anshori,
bahwa beliau pernah didatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada saat
peperangan Khaibar. Fadholah ketika itu memiliki kalung yang terdapat permata
dan emas. Kalung ini berasal dari ghonimah yang akan dijual. Kemudian Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk memisahkan emas yang ada di
kalung tersebut. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَزْنًا بِوَزْنٍ
“Jika emas ingin ditukar dengan emas, maka harus sama timbangannya.”
(HR. Muslim no. 1591)
Lalu bagaimanakah dengan uang kertas (mata uang)? Apakah juga berlaku
hukum riba?Jawabannya: Iya, keduanya dihukumi sama dengan emas dan perak.
Sehingga ada beberapa ketentuan yang berlaku tatkala ingin menukar mata uang
sebagaimana berlaku pada emas dan perak. Ketentuan tersebut adalah:
hukum riba?Jawabannya: Iya, keduanya dihukumi sama dengan emas dan perak.
Sehingga ada beberapa ketentuan yang berlaku tatkala ingin menukar mata uang
sebagaimana berlaku pada emas dan perak. Ketentuan tersebut adalah:
1. Tidak dibolehkan sama sekali untuk menukarkan uang kertas yang sama –seperti
menukar rupiah dan rupiah- atau menukarkan uang kertas dengan yang beda jenis –
seperti menukar dolar dan rupiah- dengan cara pembayaran diutang (kredit).
menukar rupiah dan rupiah- atau menukarkan uang kertas dengan yang beda jenis –
seperti menukar dolar dan rupiah- dengan cara pembayaran diutang (kredit).
2. Tidak dibolehkkan untuk menukarkan uang yang sama dengan cara melebihkan
sebagian dari yang lain, seperti menukarkan seratus ribu rupiah dengan seratus sepuluh
ribu rupiah, ini tidak diperbolehkan.
sebagian dari yang lain, seperti menukarkan seratus ribu rupiah dengan seratus sepuluh
ribu rupiah, ini tidak diperbolehkan.
3. Boleh menukarkan uang kertas yang berbeda jenis -misal dolar dan rupiah- dengan
melebihkan salah satunya, asalkan dilakukan secara kontan (tunai). (Lihat penjelasan
Fatwa Al Lajnah Ad Da’imah, 13/442, no. 3291)
melebihkan salah satunya, asalkan dilakukan secara kontan (tunai). (Lihat penjelasan
Fatwa Al Lajnah Ad Da’imah, 13/442, no. 3291)
-bersambung ke pembahasan Riba An Nasi’ah dan Riba Utang Piutang-
Sumber :
https://rumaysho.com/364-riba-dalam-emas-dll-riba-fadhl.html
0 komentar:
Post a Comment