Sunday, September 3, 2017

Filled Under:

Langkah-Langkah Efektif Bisa Membaca Kitab Arab Gundul


Secara ringkas, ada 4 langkah yang harus kita tempuh untuk bisa membaca dan memahami kitab Arab gundul secara baik dan benar, yaitu:

1. Menguasai ilmu sharaf
Ilmu sharaf adalah ilmu yang mempelajari perubahan bentuk-bentuk kata mengikuti pola-pola yang ada. Pembahasan dalam ilmu sharaf adalah tentang bentuk kata, dan tidak ada hubungannya dengan kalimat.
Yang dibahas dalam ilmu sharaf misalnya adalah perubahan kata  *كتب* (kataba), menjadi *كتاب* (kitaabun), atau *كاتب* (kaatibun), atau *يكتب* (yaktubu), atau *كتب* (kutiba), dan lain-lain. Perubahan bentuk kata ini menyebabkan perubahan makna.

2. Menguasai ilmu nahwu
Ilmu nahwu adalah ilmu yang mempelajari perubahan harakat (baris) akhir suatu kata, dan posisi kata tersebut dalam sebuah kalimat sekaligus konsekuensi dari posisi tersebut.
Misalnya, sebuah kalimat:
*قرأ أحمد القرآن*
Artinya: Ahmad telah membaca al-Quran.
Dari kalimat di atas, yang dipelajari dalam ilmu nahwu adalah apa posisi kata *قرأ* dalam kalimat dan apa konsekuensinya, apa posisi kata *أحمد* dalam kalimat dan apa konsekuensinya, dan apa posisi kata *القرآن* dalam kalimat dan apa konsekuensinya. Salah satu konsekuensi dari perbedaan posisi kata dalam kalimat adalah perubahan baris akhir dari kata tersebut. Misal huruf *ن* sebagai huruf terakhir dari kata *القرآن*, apakah ia fathah, kasrah, dhammah, atau sukun, sangat tergantung dari posisi kata *القرآن* dalam kalimat di atas. Inilah yang dipelajari dalam ilmu nahwu.

3. Menghafal kosakata bahasa Arab sebanyak mungkin
Menguasai ilmu sharaf dan ilmu nahwu tanpa menguasai kosakata, sama saja memiliki pistol tanpa peluru, tetap tak bisa digunakan untuk menembak.
4. Memahami dasar-dasar keilmuan yang dibahas oleh kitab Arab gundul tersebut
Misal, jika kita ingin benar-benar memahami kitab fiqih, maka selain kemampuan memahami teks bahasa Arab, kita juga perlu menguasai dasar-dasar ilmu fiqih. Demikian juga untuk ilmu-ilmu lainnya.
Contoh Aplikasi
Silakan perhatikan contoh teks Arab gundul berikut ini:
*تطويل القراءة في الركعة الثانية على الأولى*

Artinya: Memanjangkan bacaan di rakaat kedua lebih dari rakaat pertama.
Teks di atas merupakan bagian pembahasan hal-hal yang dimakruhkan saat shalat, yang saya kutip dari kitab *موسوعة الفقه الإسلامي والقضايا المعاصرة* Juz 1 hal 798 karya Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili.
Untuk bisa membaca kata *تطويل* dengan benar, huruf *ت* barisnya fathah, kasrah, dhammah, atau sukun, demikian juga huruf *ط*, *و*, dan *ي*, kita perlu ilmu sharaf.  Sedangkan untuk mengetahui baris dari huruf *ل* di kata *تطويل* ini, kita perlu ilmu nahwu. Kita juga perlu ilmu nahwu untuk mengetahui posisi kata *تطويل* ini dalam kalimat di atas,
sekaligus konsekuensi dari posisi tersebut.
Berikutnya, jelas kita harus tahu dulu, apa terjemah Indonesianya kata *تطويل* di atas dan kata-kata lain yang menyusun kalimat di atas. Sampai di titik ini, kita sebenarnya sudah bisa membaca dan menerjemahkan teks di atas dengan baik. Namun, ada satu hal lagi yang kita perlu kuasai, yaitu dasar-dasar ilmu fiqih, agar teks di atas yang sudah bisa kita terjemahkan benar-benar kita pahami maknanya. Misal, apa yang dimaksud dengan kata *القراءة* (al-qiraah) di atas, terjemah bahasa Indonesianya adalah bacaan, namun apa yang dimaksud dengan bacaan tersebut. Nah, dengan memahami fiqih shalat, kita akan mengerti maksud bacaan di atas adalah bacaan surah setelah surah al-Fatihah.
Langkah-Langkah Untuk Bisa Membaca Kitab Arab Gundul  Allahumma yassir wa ain. Membaca kitab arab gundul tulisan arab tanpa harakat atau disebut juga kitab kuning adalah sebuah  kemampuan yang seharusnya dimiliki oleh setiap penimba ilmu syari

Allahumma yassir wa ain.
Membaca kitab arab gundul [tulisan arab tanpa harakat] atau disebut juga kitab kuning adalah sebuah kemampuan yang seharusnya dimiliki oleh setiap penimba ilmu syari dan para calon dai. Kemampuan membaca kitab gundul akan sangat membantu setiap muslim dan muslimah dalam memahami dalil Al-Kitab maupun As-Sunnah.
Ilmu yang menopang kemampuan ini adalah nahwu dan sharaf. Ilmu nahwu adalah ilmu kaidah bahasa arab yang membahas tentang keadaan akhir kata di dalam kalimat dan perubahan yang terjadi padanya. Adapun ilmu sharaf adalah ilmu kaidah bahasa arab yang membahas pembentukan kata sebelum disusun ke dalam kalimat.
Kedua ilmu ini sangat penting untuk dipelajari. Dengan memahami ilmu nahwu seorang akan bisa membedakan antara pelaku [/fail/] dan objek [/maful bih/]. Dengan memahami ilmu nahwu seorang akan mengenali keadaan akhir dari suatu kata; apakah ia bisa berubah akhirannya ataukah tetap. Dengan ilmu nahwu pula seorang akan bisa membaca akhir kata
dengan benar; apakah ia harus dibaca /dhammah/, /fat-hah/, atau /kasrah/misalnya.
Ilmu /sharaf/ juga tidak kalah pentingnya. Karena dengan memahami /sharaf/ kita bisa mengetahui asal suatu kata dan pola-pola perubahannya. Suatu kata kerja bisa diubah menjadi kata benda. Suatu kata kerja aktif bisa diubah menjadi kata kerja pasif. Bagaimana cara membentuk kata perintah, dan lain sebagainya. Semua ini bisa dipelajaridalam ilmu /sharaf/ atau disebut juga ilmu /tashrif/.
Meskipun demikian kedua ilmu ini juga belum cukup untuk menjadi senjata yang ampuh untuk menaklukkan kitab-kitab gundul. Sebab di samping nahwu dan /sharaf/, seorang penimba ilmu juga harus memiliki kosakata//mufradat/ yang cukup untuk bisa berlatih membaca kitab. Namun, hal ini bukanlah masalah yang harus ditakuti.
Betapa banyak orang yang tadinya tidak mengenal bahasa arab sama sekali dan tidak menghafal /mufradat/ secara rutin dan terprogram namun berhasil meng-gondrongi [baca: mengharokati] tulisan arab gundul dan bahkan mampu menerjemahkannya. Tentu saja ini semua terwujud berkat taufik dan pertolongan Allah semata.
Selain itu, ada satu hal yang perlu untuk ditekankan di sini; bahwa kemampuan baca kitab ini tidak akan berarti apabila tidak digunakan dalam rangka mencapai tujuan yang benar, yaitu untuk memahami Al-Kitab dan As-Sunnah. Oleh sebab itu sangat disarankan bagi para pemula untuk mencari majelis-majelis ilmu yang membahas kitab para ulama salaf.
Dengan demikian dia akan terbiasa mendengar penjelasan, ungkapan, dan istilah para ulama; terlebih lagi dalam masalah aqidah dan tauhid yang itu merupakan perkara paling fundamental di dalam agama Islam.

Luruskan Niat
Dalam sebuah hadits yang sangat populer, dari Umar bin al-Khaththab /radhiyallahuanhu/, Rasulullah /shallallahu alaihi wa sallam/ bersabda, /Sesungguhnya amal-amal itu dinilai dengan niatnya. Dan setiap orang [yang beramal] akan dibalas selaras dengan apa yang dia
niatkan. Barangsiapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa yang hijrahnya kepada dunia yang ingin dia raih atau wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya kepada apa yang dia niatkan./ (HR. Bukhari dan Muslim) Hadits ini adalah hadits yang sangat agung. Sebab di dalam hadits ini dipancangkan salah satu pondasi amalan; yaitu keikhlasan. Amal tidak akan diterima tanpanya. Amal apapun; apakah itu sholat, puasa, zakat, haji, demikian pula tholabul ilmi/menuntut ilmu syari. Semuanya membutuhkan niat yang benar. Oleh sebab itu, sebagian ulama hadits
mengawali karya mereka dengan hadits ini. Seperti Imam Bukhari /rahimahullah/ dalam kitabnya /Sahih Al-Bukhari/, demikian pula Imam Abdul Ghani Al-Maqdisi /rahimahullah /dalam kitabnya /Umdatul Ahkam/, dan Imam An-Nawawi /rahimahullah/ dalam kitabnya /Riyadhus Shalihin/.

Tumbuhkan Semangat
Mempelajari ilmu bahasa arab adalah bagian dari ibadah dan termasuk ajaran agama. Karena memahami Al-Quran dan As-Sunnah adalah kewajiban; sementara kita tidak akan bisa memahami keduanya dengan baik kecuali dengan bahasa arab, maka mempelajari ilmu bahasa arab menjadi sebuah kewajiban yang sangat mulia.
Rasulullah /shallallahu alaihi wa sallam/ bersabda, /Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan padanya niscaya akan dipahamkan dalam urusan agama./ (HR. Bukhari dan Muslim dari Muawiyah /radhiyallahuanhu/) Rasulullah /shallallahu alaihi wa sallam/ juga menegaskan, /Barangsiapa yang menempuh suatu jalan dalam rangka mencari ilmu [agama] maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga/ (HR. Muslim)

Cita-Cita Tinggi
Mempelajari bahasa arab bukanlah kebutuhan yang bersifat pribadi semata, bahkan ini adalah kebutuhan umat Islam dan umat manusia. Karena dengan memahami bahasa arab dan menggunakannya untuk memahami Al-Kitab dan As-Sunnah seorang muslim akan bisa mengajak manusia ke jalan Allah di atas landasan ilmu//bashirah/.
Allah /T//aala/ berfirman (yang artinya), /Katakanlah: Inilah jalanku. Aku mengajak [kalian] kepada [agama] Allah di atas bashirah/ilmu. Inilah jalanku dan jalan orang-orang yang mengikutiku. Dan maha suci Allah, aku bukan termasuk golongan orang-orang musyrik./ (QS. Yusuf: 108)
Ayat ini menunjukkan bahwa pengikut sejati Rasulullah /shallallahu alaihi wa sallam /adalah orang yang berdakwah kepada Islam/tauhid di atas ilmu. Bukan berdakwah di atas kebodohan. Bukan berdakwah dengan semangat belaka tanpa modal ilmu. Ia berdakwah dengan ikhlas; mengajak manusia untuk menghamba kepada Allah saja, bukan menghamba kepada kepentingan dunia, kepentingan kelompok atau individu tertentu.

Mengatur Waktu
Waktu adalah nikmat yang sering dilalaikan. Banyak orang yang gagal dan binasa gara-gara tidak pandai memanfaatkan waktu. Kesempatan yang Allah berikan kepada seorang hamba di alam dunia ini semestinya digunakan sebaik-baiknya. Sebab hidup di dunia hanya sekali. Setelah itu akan ada kematian dan hari kebangkitan serta pembalasan amal.
Rasulullah /shallallahu alaihi wa sallam/ bersabda, /Dua buah kenikmatan yang banyak orang tertipu karenanya; yaitu kesehatan dan waktu luang./ (HR. Bukhari dari Ibnu Abbas /radhiyallahuanhuma/) Allah /taala/ bahkan telah mengingatkan (yang artinya), /Demi waktu. Sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang
yang beriman, beramal salih, saling menasihati dalam kebenaran, dan saling menasihati dalam menetapi kesabaran./ (QS. Al-Ashr: 1-3) Surat yang ringkas ini menggambarkan kepada kita bahwa kerugian di alam dunia ini dialami oleh orang yang tidak membekali dirinya dengan keimanan, amal salih, dakwah, dan kesabaran. Orang yang tenggelam dalam kekafiran, syirik, kemaksiatan, kebidahan, dan hawa nafsu adalah barisan orang-orang yang merugi.
Oleh karenanya, seorang penuntut ilmu yang berusaha untuk memahami bahasa kitab sucinya untuk memanfaatkan waktu dan kesempatan yang Allah berikan kepadanya sebaik-baiknya. Mungkin anda punya waktu luang satu jam atau setengah jam setiap harinya yang bisa anda gunakan untuk membaca pelajaran dan mengulang-ulang materi yang telah diberikan. Sungguh itu adalah amalan yang sangat berharga bagi anda.

Fokus Terhadap Pelajaran dan Belajar Secara Bertahap
Terkadang dijumpai sebagian orang yang telah lama mengikuti pengajian dan bahkan sempat belajar bahasa arab berkali-kali akan tetapi masih saja belum bisa membaca kitab. Diantara sebab utama yang banyak terjadi di lapangan adalah dikarenakan tidak fokusnya mereka dalam belajar. Mereka bersemangat akan tetapi tidak mengerti bagaimana menyalurkan semangatnya. Sehingga mereka aktif pengajian kesana kemari namun ilmu
bahasa arab dan kemampuan baca kitabnya tidak kunjung bertambah. Tentu saja, yang kita maksudkan di sini adalah orang-orang yang masih memiliki kemampuan untuk belajar. Bukan orang yang sudah pikun yang sering lupa atau orang gila yang tidak sadar apa yang dia ucapkan atau lakukan. Sebab mereka adalah para pemuda dan belum memasuki jenjang lansia. Tidak jarang pula kita dapati mereka adalah orang yang aktif mengurus kajian dan menggerakkan berbagai kegiatan islam dan dakwah. Ini merupakan fenomena memprihatinkan. Terlebih lagi jika kita cermati berbagai kasus berbau fanatisme golongan; tidak sedikit diantaranya yang dipicu oleh orang-orang yang tidak paham tentang ilmu-ilmu Islam yang mendasar, dan juga tidak paham bahasa arab. Mereka ikut andil dalam pergolakan dan perseteruan yang seolah tak berkesudahan. Semata-mata karena sosok [baca: ustadz atau dai] yang mereka ikuti berlainan. Padahal, ulamanya sama, kitabnya sama, dan aqidahnya pun sama. Mereka ingin menyelesaikan pertikaian dengan kebodohan dan semangat berapi-api yang tidak bisa membedakan antara berjihad dengan lisan dan berbuat jahat dengan ucapan.
Padahal, sebagaimana telah diungkapkan oleh Imam Bukhari /rahimahullah/ dalam Sahihnya, ketika beliau menukil sebagian ucapan ulama salaf tentang makna istilah /rabbani/. Beliau berkata,
/Rabbani/ adalah orang yang membina manusia dengan ilmu-ilmu yang kecil/dasar sebelum ilmu-ilmu yang besar. Lantas, apakah kenyataan yang kita saksikan sama seperti apa yang digambarkan di dalam riwayat ini?
Para penimba ilmu yang dirahmati Allah, agama kita yang mulia ini sangat menghargai kehormatan para ulama. Seperti yang digambarkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal /rahimahullah/ di mukadimahnya dalam kitab /Ar-Radd ala Al-Jahmiyah/; bahwa para ulama lah yang menghidupkan orang-orang yang telah mati [hatinya] dengan Kitabullah, mereka lah yang mengajak orang sesat kepada hidayah, mereka lah yang memberikan pencerahan kepada mereka yang buta [mata hatinya] dengan cahaya [ilmu] dari Allah. Mereka
lah yang membersihkan Kitabullah dari tawil/penyelewengan orang-orang jahil, kedustaan para pembohong, dan menyingkirkan /tahrif//penyimpangan orang-orang ekstrim.
Salah satu bentuk pemuliaan kita terhadap ilmu yang mereka bawa adalah dengan fokus dalam belajar dan bertahap dalam mempelajarinya. Sebagaimana yang dilakukan oleh para sahabat /radhiyallahuanhum/. Mereka mempelajari sepuluh ayat al-Quran dan berusaha memahami ilmu, keimanan dan amal yang terdapat di dalamnya. Sehingga hidup mereka penuh dengan keberkahan. Ucapan dan amalan mereka pun menjadi teladan bagi
generasi yang datang sesudahnya. Padahal, sebelumnya mereka terbenam dalam kejahiliyahan dan keburukan. Kemudian dengan Islam lah mereka dimuliakan.
Rasulullah /shallallahu alaihi wa sallam/ bersabda, /Sesungguhnya Allah akan mengangkat dengan Kitab ini sebagian orang dan akan merendahkan sebagian yang lain dengannya pula./ (HR. Muslim dari Umar bin al-Khaththab /radhiyallahuanhu/)

Bacalah al-Quran !
Sebagaimana sudah ditegaskan di awal, bahwa tujuan belajar membaca *kitab gundul* adalah untuk memahami al-Kitab dan as-Sunnah. Oleh sebab itu sangat tidak pantas bagi seorang penuntut ilmu -yang mengharapkan kedekatan diri di sisi Rabbnya- untuk kemudian mengosongkan hari-harinya dari kegiatan membaca al-Quran dan men-tadabburinya.
Rasulullah /shallallahu alaihi wa sallam/ telah bersabda, /Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari al-Quran dan mengajarkannya./ (HR. Bukhari dari Utsman bin Affan/radhiyallahuanhu/)
Membaca al-Quran adalah termasuk dzikir kepada Allah. Sementara dzikir kepada Allah akan menambah keimanan dan sebab datangnya pertolongan, hidayah dan keselamatan.
Allah /taala/ berfirman (yang artinya), /Hanyalah orang-orang beriman itu adalah yang apabila disebut nama Allah maka bergetarlah hati mereka. Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya bertambahlah keimanan mereka. Dan mereka hanya bertawakal kepada Rabb mereka./ (QS. Al-Anfaal: 2) Allah /taala/ juga berfirman (yang artinya), /Barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku maka dia tidak akan sesat dan tidak pula celaka./ (QS. Thaha: 123)

Bacalah Hadits!
Rasulullah /shallallahu alaihi wa sallam/ -sebagaimana kita yakini- adalah manusia yang menyampaikan wahyu Allah kepada kita. Beliau lah sebaik-baik manusia yang memahami tafsir al-Quran dan hukum-hukum Allah. Allah /taala/ berfirman (yang artinya), /Barangsiapa yang menaati rasul, sesungguhnya dia telah menaati Allah./ (QS. An-Nisaa: 80) Oleh sebab itu para ulama menerangkan, bahwa makna keimanan beliau sebagai rasul adalah; membenarkan beritanya, melaksanakan perintahnya, menjauhi larangannya, beribadah dengan tata-cara yang diajarkannya, dan berhukum dengan hukum-hukumnya.
Dengan demikian sudah semestinya seorang penuntut ilmu untuk meluangkan
waktu membaca sabda-sabda manusia terbaik sepanjang masa. Menelaah
lembaran-lembaran nasehat dan pelajaran yang beliau wariskan kepada kita umatnya. Bagaimana mungkin seorang penuntut ilmu -yang berusaha untuk memahami Kalam Rabbnya- kemudian berpaling dari memetik hikmah dan faidah dari hadits-hadits Nabi akhir zaman yang membawa rahmat bagi segenap alam? Semoga salawat dan salam tercurah kepadanya, para sahabat, dan segenap pengikut setia mereka.

Koleksi Kitab Ulama
Penimba ilmu al-Kitab dan as-Sunnah sangat memerlukan keterangan dari
para ulama. Apakah ulama tafsir, hadits maupun fiqih. Terlebih lagi dalam masalah aqidah atau tauhid. Karena itulah mengumpulkan karya-karya mereka dalam bentuk kitab atau file di dalam komputer adalah metode yang sangat tepat dan bermanfaat. Sehingga sewaktu-waktu kita butuhkan, dengan mudah kita akan bisa menemukan apa yang kita inginkan. Kitab para ulama tentu sangat banyak jumlahnya. Terkadang satu judul kitab saja sudah kita temukan berjilid-jilid dan tiap jilidnya terdiri dari beratus-ratus halaman. Oleh sebab itu seorang penimba ilmu harus mengenal berbagai tipe kitab para ulama. Ada diantara kitab ulama itu yang ditulis berdasarkan susunan ayat sehingga jadilah ia kitab tafsir. Ada diantara kitab ulama yang disusun berdasarkan susunan hadits sehingga jadilah ia kitab syarah hadits. Ada pula kitab ulama yang khusus membahas bidang ilmu tertentu semacam aqidah, tauhid, fikih, adab, akhlak, siroh, dan lain sebagainya.
Untuk bisa mengetahui tingkatan buku atau kitab ulama seorang penuntut ilmu mesti mencari keterangan buku-buku apakah yang semestinya dibaca bagi pemula dan buku-buku apa yang sifatnya sebagai rujukan dan buku-buku apa yang memang ditulis bagi yang ilmunya sudah mapan dan mendalam. Diantara kitab yang bisa dibaca dalam hal ini misalnya /Kitab al-Ilmi/ karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin /rahimahullah/ atau /Maalim fi Thariq Thalab al-Ilmi/ karya Syaikh Abdul Aziz As Sad-han /hafizhahullah./

Kitab Matan dan Kitab Syarah
Diantara istilah yang perlu diketahui oleh para penimba ilmu adalah matan dan syarah. Matan adalah teks asli tanpa uraian penjelasan. Sepeti misalnya matan /Shahih Bukhari/, matan /Shahih Muslim/, matan /Umdatul Ahkam/, matan /Hadits Al Arbain An Nawawiyyah/, matan /Kitab At Tauhid/, dsb. Adapun yang dimaksud dengan syarah adalah penjelasan
terhadap matan-matan tersebut. Sehingga bisa kita temukan kitab-kitab yang berisi /syarah/ terhadap /Sahih Bukhari/, /Sahih Muslim/, /Umdatul Ahkam/, /Hadits Al Arbain An Nawawiyyah/, ataupun /Kitab At Tauhid/.
Kitab /syarah/ ini pun beraneka ragam. Ada diantara kitab syarah ini yang ringkas, dan biasa disebut dengan istilah /taliq//komentar atau /hasyiyah//catatan pinggir. Misalnya /taliq/ terhadap /Matan al-Aqidah ath-Thahawiyah/ oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani /rahimahullah/ dan kitab /Hasyiyah Tsalatsatul Ushul/ karya Syaikh Abdurrahman bin Qasim /rahimahullah/.
Ada lagi yang berupa uraian panjang lebar, dan inilah yang sering disebut dengan istilah /syarah/. Semacam kitab /syarah Sahih al-Bukhari/yang berjudul /Fat-hul Bari/ karya Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani /rahimahullah/ atau kitab /syarah Umdatul Ahkam/ yang
berjudul /Taisir al-Allam/ karya Syaikh Abdullah Al-Bassam /rahimahullah/.   * *

Koleksi Audio Ceramah Ulama
Tidaklah samar bagi kita di masa sekarang ini pesatnya kemajuan teknologi informasi. Diantaranya adalah berupa kemudahan untuk mendapatkan rekaman kajian dan ceramah/muhadharah para ulama dari berbagai negeri, baik yang disediakan di website mereka atau website dakwah lainnya. Mendengarkan ceramah mereka -yang notabene berbahasa arab- tentu akan sangat membantu kita dalam memperkaya kosakata dan
membiasakan diri mendengar keterangan berbahasa arab dari para ulama.
Hal ini akan sangat efektif apabila kita juga telah memiliki kitab atau materi yang dibahas dalam kajian atau ceramah mereka. Tidak jarang juga ceramah mereka yang telah ditranskrip atau dibukukan dalam bentuk tulisan. Hal ini sangat membantu para penimba ilmu pemula yang belum terbiasa menyimak penjelasan berbahasa arab, sebab mereka bisa
membandingkan suara yang didengarkan dengan hasil transkrip yang dibaca.
Apabila kita cermati, sebagian ulama lebih banyak menyampaikan ceramah daripada menulis kitab. Meskipun demikian ternyata kita dapati banyak kitab karya beliau. Bagaimana bisa demikian? Tentu saja ini adalah hasil buah pena murid-muridnya yang menuliskan ulang penjelasan guru mereka kemudian diterbitkan dalam bentuk kitab. Salah satu contoh yang populer dalam hal ini adalah Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin /rahimahullah/. Banyak kitab beliau yang asalnya adalah pelajaran secara lisan yang kemudian dibukukan.
Contoh lain -yang sekarang masih hidup- adalah Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan al-Fauzan /hafizhahullah/ dengan sejumlah kitab yang merupakan hasil transkrip dari pelajaran lisan yang beliau berikan. Misalnya,
kitab /al-Irsyad ila Shahih al-Itiqad/. Begitu pula kitab /Durus fiSyarhi Nawaqidhil Islam/, /Ianat al-Mustafid bi Syarh Kitab at-Tauhid/, dsb. Contoh lainnya juga -yang sekarang masih hidup dan bisa diperoleh transkrip  ceramah-ceramahnya di internet- adalah Syaikh Dr. Shalih bin Saad as-Suhaimi /hafizhahullah/. Diantara pembahasan sangat bermanfaat -dalam bab keimanan- yang beliau sampaikan adalah kajian kitab /at-Taudhih wal Bayan li Syajarat al-Iman/ karya Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sadi /rahimahullah; /penulis kitab tafsir /Taisir al-Karim
ar-Rahman/. Dan diantara pembahasan paling berharga lainnya yang dibawakan oleh Syaikh Shalih as-Suhaimi adalah kajian kitab /Taisir al-Karim ar-Rahman/ karya Syaikh as-Sadi yang juga bisa didownload di internet. Hanya saja untuk pembahasan kedua kitab ini kami belum menemukan transkripnya. Bagaimana Cara Membaca dan Memahami Kitab Arab Gundul?
Kitab Arab gundul secara luas bisa kita definisikan seluruh buku teks yang ditulis dengan huruf dan bahasa Arab, seringnya tanpa baris. Jika kita persempit, maka tema kitab Arab gundul adalah tema-tema keislaman, berupa tafsir, hadits, fiqih, ushul fiqih, ulumul hadits, ulumul quran, bahasa, sejarah Islam, dan yang semisalnya. Secara ringkas, ada 4 langkah yang harus kita tempuh untuk bisa membaca dan memahami kitab Arab gundul secara baik dan benar, yaitu:

1. Menguasai ilmu sharaf
Ilmu sharaf adalah ilmu yang mempelajari perubahan bentuk-bentuk kata mengikuti pola-pola yang ada. Pembahasan dalam ilmu sharaf adalah tentang bentuk kata, dan tidak ada hubungannya dengan kalimat.
Yang dibahas dalam ilmu sharaf misalnya adalah perubahan kata  *كتب* (kataba), menjadi *كتاب* (kitaabun), atau *كاتب* (kaatibun), atau *يكتب* (yaktubu), atau *كتب* (kutiba), dan lain-lain. Perubahan bentuk kata ini enyebabkan perubahan makna.

2. Menguasai ilmu nahwu
Ilmu nahwu adalah ilmu yang mempelajari perubahan harakat (baris) akhir
suatu kata, dan posisi kata tersebut dalam sebuah kalimat sekaligus konsekuensi dari posisi tersebut.
Misalnya, sebuah kalimat:

*قرأ أحمد القرآن*

Artinya: Ahmad telah membaca al-Quran.
Dari kalimat di atas, yang dipelajari dalam ilmu nahwu adalah apa posisi kata *قرأ* dalam kalimat dan apa konsekuensinya, apa posisi kata *أحمد* dalam kalimat dan apa konsekuensinya, dan apa posisi kata *القرآن* dalam kalimat dan apa konsekuensinya. Salah satu konsekuensi dari perbedaan posisi kata dalam kalimat adalah perubahan baris akhir dari kata tersebut. Misal huruf *ن* sebagai huruf terakhir dari kata *القرآن*,
apakah ia fathah, kasrah, dhammah, atau sukun, sangat tergantung dari posisi kata *القرآن* dalam kalimat di atas. Inilah yang dipelajari dalam ilmu nahwu.
3. Menghafal kosakata bahasa Arab sebanyak mungkin
Menguasai ilmu sharaf dan ilmu nahwu tanpa menguasai kosakata, sama saja memiliki pistol tanpa peluru, tetap tak bisa digunakan untuk menembak.
4. Memahami dasar-dasar keilmuan yang dibahas oleh kitab Arab gundul tersebut
Misal, jika kita ingin benar-benar memahami kitab fiqih, maka selain kemampuan memahami teks bahasa Arab, kita juga perlu menguasai dasar-dasar ilmu fiqih. Demikian juga untuk ilmu-ilmu lainnya.

Contoh Aplikasi
Silakan perhatikan contoh teks Arab gundul berikut ini:
*تطويل القراءة في الركعة الثانية على الأولى*
Artinya: Memanjangkan bacaan di rakaat kedua lebih dari rakaat pertama.

Teks di atas merupakan bagian pembahasan hal-hal yang dimakruhkan saat shalat, yang saya kutip dari kitab *موسوعة الفقه الإسلامي والقضايا المعاصرة* Juz 1 hal 798 karya Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili.
Untuk bisa membaca kata *تطويل* dengan benar, huruf *ت* barisnya fathah, kasrah, dhammah, atau sukun, demikian juga huruf *ط*, *و*, dan *ي*, kita perlu ilmu sharaf.  Sedangkan untuk mengetahui baris dari huruf *ل* di kata *تطويل* ini, kita perlu ilmu nahwu. Kita juga perlu ilmu nahwu untuk mengetahui posisi kata *تطويل* ini dalam kalimat di atas,
sekaligus konsekuensi dari posisi tersebut.
    Berikutnya, jelas kita harus tahu dulu, apa terjemah Indonesianya kata *تطويل* di atas dan kata-kata lain yang menyusun kalimat di atas. Sampai di titik ini, kita sebenarnya sudah bisa membaca dan menerjemahkan teks di atas dengan baik.
    Namun, ada satu hal lagi yang kita perlu kuasai, yaitu dasar-dasar ilmu fiqih, agar teks di atas yang sudah bisa kita terjemahkan benar-benar kita pahami maknanya. Misal, apa yang dimaksud dengan kata *القراءة* (al-qiraah) di atas, terjemah bahasa Indonesianya adalah bacaan, namun apa yang dimaksud dengan bacaan tersebut. Nah, dengan memahami fiqih shalat, kita akan mengerti maksud bacaan di atas adalah bacaan surah setelah surah al-Fatihah.


0 komentar:

Copyright @ 2013 IKATAN KELUARGA BESAR HAJI ABU BIN HAJI RAIS.