Friday, May 17, 2019

Filled Under:

*PANUTAN PENYESAT UMAT*

Tulisan ini untuk setiap manusia yang menjadi panutan orang banyak…
Tulisan ini untuk setiap makhluk yang setiap perkataan dan perbuatannya diikuti 
orang banyak…
Tulisan ini untuk setiap manusia yang menjadi trend made orang banyak…
Tulisan ini tertulis untuk umat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam agar tidak 
menjadikan seorang sebagai panutan yang menyesatkan mereka dari jalan Allah 
Ta’ala, panutan yang sebenarnya hanyalah pembawa ke jalan syetan, jalan neraka. 
Nau’dzubillah.
Tulisan ini ditulis ketika saking banyaknya panutan, tapi menyesatkan umat dari
 Jalan Allah Ta’ala, baik dengan melakukan:
Kesyirikan dengan istighotsah dan tawassulnya kepada orang-orang yang sudah mati.
Kesyirikan dengan mengambil barokah dari dzatnya orang-orang shalih.
Sarana penyebab kesyirikan dengan mencari-cari hari baik untuk pernikahan atau 
hajat,…dan lain-lain.
Bid’ah dengan amalan-amalan dan shalawat-shalawat yang tidak pernah ada di 
zaman Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Bid’ah dengan pembacaan dzikir-dzikir yang dikhususkan tempatnya, waktunya, keadaannya,
 jumlah bilangannya yang tidak pernah dikhususkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi 
wa sallam. Maksiat dengan ta’arufnya padahal itu pacaran.
Maksiat dengan bersalaman dengan wanita bukan mahram padahal larangan dan 
keharamannya jelas.
Maksiat dengan tidak menjaga pandangan, meluaskan pandangan kepada wanita yang 
setengah telanjang.
Maksiat dengan berkumpul dengan wanita-wanita bukan mahram tanpa ada penutup, 
bahkan wanitanya memakai pakaian yang tidak pantas dilihat kecuali oleh suaminya.
Dan perbuatan dosa lainnya.
Takutlah kepada Allah Ta’ala jika Anda menjadi panutan orang banyak dalam dosa 
dan maksiat, karena Anda akan:
1)   Menjadi orang sangat dikhawatirkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihin wa sallam 
atas umatnya.Intinya, Anda adalah orang sangat berbahaya bagi umat beliau shallallahu
 ‘alaihi wa sallam,

عَنْ شَدَّادِ بْنِ أَوْسٍ قَالَ: قَالَ نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: (إِنِّي لَا أَخَافُ عَلَى أُمَّتِي
 إِلَّا الْأَئِمَّةَ الْمُضِلِّينَ وَإِذَا وُضِعَ السَّيْفُ فِي أُمَّتِي لَمْ يُرْفَعْ عنهم إلى يوم القيامة)

Syaddad bin Aus radhiyallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam 
bersabda, “Sesungguhnya aku tidak takut atas umatku kecuali para pemimpin yang
 menyesatkan, dan jika diletakkan pedang pada umatku, maka tidak akan diangkat 
dari mereka sampai hari kiamat”. (HR. Ibnu Hibban dan dishahihkan di dalam kitab 
Silsisilah Al Ahadits Ash Shahihah, no. 1582)

Makna pemimpin:
1. Para pemimpin negara yang sesat dan para ulama yang menyesatka

والمراد بقوله: “الأئمة المضلين”: الذين يقودون الناس باسم الشرع، والذين يأخذون الناس بالقهر والسلطان; 
فيشمل الحكام الفاسدين، والعلماء المضلين، الذين يدعون أن ما هم عليه شرع الله، وهم أشد الناس عداوة له.

Yang dimaksud “الأئمة المضلين” adalah orang-orang yang menuntun manusia dengan 
membawa nama syariat, dan orang-orang yang membawa manusia dengan kekuasaan, 
dan termasuk mereka ini adalah para pemimpin negara yang rusak dan para ulama yang
 menyesatkan, orang-orang yang mengklaim bahwa apa yang mereka lakukan adalah 
syariat Allah padahal mereka adalah orang yang paling keras permusuhannya terhadapnya 
(syariat Allah) (Lihat kitab Al Qaul Al Mufid ‘Ala Kitab At Tauhid, karya Syaikh Ibnu Utsaimin).

2. Para pemimpin kekuasaan, para ulama, para ahli ibadah yang menyesatkan.
“الأئمة”,  aimmah adalah jamak (bentuk plural) dari imam. Imam berarti panutan 
yang diikuti baik dalam kebaikan atau keburukan.
Jika panutan dari orang-orang yang sesat maka umat akan tersesat, dan terjadi 
di tengah-tengah mereka akan muncul keburukan, dan mereka yang dimaksudkan 
adalah para pemimpin negara yang sesat, para ulama yang sesat, para ahli ibadah 
yang sesat, dan para ahli dakwah yang sesat. Setiap dari mereka adalah para 
pemimpin yang sesat, jika umat dituntun oleh mereka maka mereka akan menuntun 
kepada kebinasaan. Adapun jika yang menuntun umat adalah para penyeru kebenaran 
maka mereka akan menuntun umat kepada kebaikan dan keselamatan (Lihat kitab
 I’anat Al Mustafid bi Syarh Kitab At Tauhid, karya Syaikh Shalih Al Fauzan).

Mari perhatikan beberapa pernyataan yang sangat bermanfaat di bawah ini:
Bahwa para pemimpin itu ada tiga jenis: umara (pemimpin negara), ulama 
(para ahli ilmu agama), ‘ubbad (para ahli ibadah).  Mereka inilah yang ditakutkan 
akan mudah menyesatkan orang lain karena mereka adalah orang-orang yang 
diikuti. Para umara, mereka memiliki kekuasaan dan pelaksanaan. Para ulama 
mereka memiliki penyuluhan dan pendidikan. Sedangkan para ahli Ibadah mereka
 kadang menipu dengan keadaan mereka. Merekalah orang-orang yang ditaati dan 
jadi panutan, maka pengaruh mereka sungguh amat mengkhawatirkan. Karena jika 
mereka sesat maka mereka akan menyesatkan kebanyakan manusia. Namun, jika 
mereka mendapat petunjuk pada kebaikan, maka banyak orang akan ikut mendapat 
petunjuk (Lihat kitab Al Qaul Al Mufid, karya Syaikh Ibnu Utsaimin).

Seorang yang berilmu yang diikuti dan dipandang dengan mata keshalihan, jika 
mengerjakannya (shalat-shalat bid’ah), maka jelas akan memberikan kerancuan 
terhadap orang awam bahwa hal tersebut adalah termasuk sunnah, jadilah dia 
seorang yang berdusta atas nama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan 
perbuatannya, yang terkadang bisa jadi penyebab langsung ia berdusta atas nama 
Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kebanyakan manusia melakukan bid’ah dengan 
sebab ini. Mereka mengira orang yang mereka ikuti termasuk orang berilmu dan 
bertakwa. Padahal dia bukan orang seperti itu. Lalu mereka memperhatikan perkataan
 dan perbuatannya. Kemudian mereka mengikutinya dalam hal tersebut dan akhirnya 
rusaklah keadaan mereka.

Di dalam hadits riwayat Tsauban radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi 
wasallam bersabda, “Sesungguhnya termasuk yang kukhawatirkan atas umatku 
adalah para pemimpin yang menyesatkan”. (HR. Ibnu Majah dan At Tirmidzi dan beliau
 mengatakan: “Hadits ini adalah hadits yang shahih”)

Dan di dalam kitab Ash Shahih, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam 
bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu tiba-tiba, tetapi mencabutnya 
dengan mewafatkan para ulama, sampai tidak tersisa seorang berilmu. Akhirnya 
manusia menjadikan orang-orang bodoh (sebagai ulama), akhirnya mereka 
(orang-orang bodoh tadi) memberi fatwa tanpa ilmu dan mereka menyesatkan”.

Imam Ath Tharthusyi rahimahullah berkata, “Renungkanlah kalian semua hadits ini. 
Sesungguhnya hadits ini menunjukkan bahwa bid’ah itu tidaklah muncul disebabkan 
oleh para ulama mereka. Akan tetapi bid’ah muncul ketika wafat ulama-ulama mereka, 
lalu orang yang tidak berilmu memberi fatwa. Akhirnya muncullah bid’ah dari orang 
yang tidak berilmu itu.

Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu memindahkan makna ini dengan berkata: 
“Seorang yang amanah tidak akan pernah berkhianat. Akan tetapi jika diberi amanat, 
orang yang tidak amanat akan terlihat hidung belangnya (sifat khianatnya)”.  Kita pun 
dapat mengatakan,“Tidak pernah seorang alim melakukan bid’ah. Akan tetapi orang 
yang tidak berilmu dimintai fatwa. Lantas dia sesat dan menyesatkan orang lain.”

Dan demikianlah perbuatan Rabi’ah. Imam Malik berkata: “Suatu hari Rabi’ah 
menangis dengan sekencang-kencangnya ketika ditanya, “Apakah ada musibah yang menimpamu?” 
Beliau menjawab, “Tidak. Akan tetapi akan ditanya orang yang tidak 
berilmu maka akhirnya muncul masalah yang amat besar” (Lihat Kitab Al Ba’its ‘Ala 
Inkar Al Bida’, karya Abu Syamah).

2) Menanggung dosa seluruh orang yang mengikuti Anda dalam dosa dan maksiat.
Al Mundzir bin Jarir medapatkan riwayat dari bapaknya, beliau meriwayatkan 
bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ سَنَّ سُنَّةً حَسَنَةً فَعُمِلَ بِهَا كَانَ لَهُ أَجْرُهَا وَمِثْلُ أَجْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا لاَ يَنْقُصُ 
مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ سَنَّ سُنَّةً سَيِّئَةً فَعُمِلَ بِهَا كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ لاَ يَنْقُصُ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْئًا

“Barangsiapa yang mensunnahkan (mencontohkan) kebiasaan yang buruk, lalu 
diamalkan, maka dia akan menanggung dosanya dan dosa yang mengerjakannya 
setelahnya, tanpa mengurangi dari dosa mereka sedikitpun”. (HR. Muslim dan Ibnu Majah)

3) Diadukan kepada Allah Ta’ala oleh orang yang mengikuti Anda di dalam dosa dan
 maksiat agar Anda mendapat siksa berlipat dan terlaknat, akibat kesesatan yang Anda sebarkan.
Allah Ta’ala berfirman,

{إِنَّ اللَّهَ لَعَنَ الْكَافِرِينَ وَأَعَدَّ لَهُمْ سَعِيرًا (64) خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا لَا يَجِدُونَ وَلِيًّا وَلَا نَصِيرًا (65)
يَوْمَ تُقَلَّبُ وُجُوهُهُمْ فِي النَّارِ يَقُولُونَ يَا لَيْتَنَا أَطَعْنَا اللَّهَ وَأَطَعْنَا الرَّسُولَا (66) 
وَقَالُوا رَبَّنَا إِنَّا أَطَعْنَا سَادَتَنَا وَكُبَرَاءَنَا فَأَضَلُّونَا السَّبِيلَا (67) رَبَّنَا آتِهِمْ ضِعْفَيْنِ مِنَ الْعَذَابِ وَالْعَنْهُمْ لَعْنًا كَبِيرًا (68

“Sesungguhnya Allah melaknati orang-orang kafir dan menyediakan bagi mereka api yang 
menyala-nyala (neraka)”. “Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya; mereka tidak memperoleh 
 seorang pelindung pun dan tidak (pula) seorang penolong”. “Pada hari ketika muka mereka dibolak-balikkan 
dalam neraka, mereka berkata: Alangkah baiknya, andai kata kami taat kepada Allah dan taat (pula) kepada 
Rasul”. “Dan mereka berkata: “Ya Rabb kami, sesungguhnya
 kami telah  menaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka 
menyesatkan kami dari jalan (yang benar)”. (QS. Al Ahzab: 64-68).

Pesan Terakhir
Jadilah manusia yang menjadi kunci kebaikan bukan kunci kesesatan. 
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi 
wasallam bersabda,

إِنَّ مِنَ النَّاسِ مَفَاتِيحَ لِلْخَيْرِ مَغَالِيقَ لِلشَّرِّ وَإِنَّ مِنَ النَّاسِ مَفَاتِيحَ لِلشَّرِّ مَغَالِيقَ لِلْخَيْرِ فَطُوبَى لِمَنْ جَعَلَ اللَّهُ
 مَفَاتِيحَ الْخَيْرِ عَلَى يَدَيْهِ وَوَيْلٌ لِمَنْ جَعَلَ اللَّهُ مَفَاتِيحَ الشَّرِّ عَلَى يَدَيْهِ

“Sesungguhnya dari manusia ada yang menjadi kunci kebaikan dan penutup 
keburukan. Juga ada manusia yang menjadi kunci keburukan dan menjadi penutup 
kebaikan. Bahagialah orang yang telah Allah anugerahkan ia sebagai kunci kebaikan 
melalui tangannya dan celakalah bagi siapa yang telah Allah jadikan baginya kunci 
keburukan melalui tangannya”. (HR. Ibnu Majah dan dihasankan di dalam kitab Silsilat 
Al Ahadits Ash Shahihah, no. 1332).
Ahad, 17 Dzulhijjah 1432H, Dammam KSA.
Penulis: Ustadz Ahmad Zainuddin, Lc (Da’i di Islamic Cultural Center Dammam, KSA)


🍃

0 komentar:

Copyright @ 2013 IKATAN KELUARGA BESAR HAJI ABU BIN HAJI RAIS.