Saturday, May 25, 2019

Filled Under:

USWATUN HASANAH (KETELADANAN)

USWATUN HASANAH (KETELADANAN)

Setiap  orang  memahami  bahwa  keteladanan merupakan salah  satu karakteristik   penting   bagi  keberhasilan   seorang pemimpin. Teori kepemimpinan transformasional,  sebuah temuan  baru dalam   perkembangan   teori kepemimpinan,  meletakkan  keteladanan pada peringkat  pertama   di antara sejumlah karakteristik   yang   harus    dimiliki  oleh  seorang     pemimpin.  Bass  dan Riggio (2006) menyatakan bahwa  pemimpin  tranformasional  dicirikan  oleh  empat  komponen  yang   dikenal   dengan “Four I’s”: idealized  influence, inspirational motivation, intelectual  inspiration,    dan  individual  consideration.“I”  pertama, idealized   influence  atau   pengaruh   yang   ideal,   menjabarkan   tingkah   laku   dan pengaruh yang dapat   mengembangkan  kepercayaan   pengikut.   Pemimpin   yang demikian   ini  dipuja,  dihormati,  dan dipercaya  oleh   para   pengikutnya. Para pengikutnya bersimpati  kepada  sang  pemimpin  dan ingin   menirunya  dan disanjung   karena   dipandang   memiliki   kemampuan,   keberanian,   dan   keteguhan pendirian yang luar biasa (Bass dan Riggio 2006).
Kouzes dan  Posner (2007) sebagai pengembang teori  kepemimpinan berhaluan transformasional juga meletakkan keteladanan sebagai praktik utama kepemimpinan yang  berhasil. Karena  memandang  begitu  pentingnya  keteladanan,  kedua  ahli   menyebut konsep  kepemimpinan   yang dikembangkannya   sebagai Kepemimpinan  Keteladanan atau   Exemplary Leadership. Dalam teori   kepemimpinan   keteladanan   Kouzes dan   Posner   (2003 dan 2007) menyatakan bahwa ketika mendapati sesuatu yang luar biasa terjadi, pemimpinan melaksanakan lima praktik kepemimpin teladan: mencontohkan cara (Model the  Way), menginspirasi  visi  bersama (Inspire   a   Shared     Vision), menantang proses  (Challenge  the Process),   memampukan  orang    lain  untuk bertindak (Enable Others to Act),  dan menyemangati jiwa (Encourage the Heart).
Dalam   kaitannya    dengan  model   the   way   Kouzes  dan Posner  (2007) berpandangan bahwa memimpin berarti bahwa anda harus menjadi contoh yang baik,   dan   mewujudkan   apa   yang   Anda   katakan.   Gelar   yang   dimiliki   seseorang merupakan  pemberian,   akan tetapi  kehormatan   hanya   dapat  dicapai   melalui tingkah   laku   seseorang.  Apabila   pemimpin   ingin   mendapatkan   komitmen   dan mencapai standar tertinggi, ia harus menjadi model tingkah laku yang diharapkan dari   orang   lain.   Jangan   pernah   meminta   orang lain  melakukan sesuatu  yang
Anda sendiri  tidak  mau  melakukannya.  Pemimpin  memberikan model. Agar  dapat  mencohtohkan  perilaku  yang  diharapkan  dari  orang lain secara efektif,   pertama-tama   pemimpin   harus  memahami  dengan   jelas prinsip- prinsip  yang  memandu   perilakunya.  Pemimpin  harus   menemukan  pendirian  mereka sendiri, baru   kemudian   menyuarakan   dengan   jelas   dan   tepat   nilai-nilai yang  dianutnya  itu.  Oleh  karena  pemimpin   harus  memperjuangkan keyakinannya, dengan  sendirinya  setiap  pemimpin  harus  memiliki   keyakinan yang harus diperjuangkan. Pidato-pidato tentang  nilai-nilai  bersama  saja   tidak   cukup. Apabila pemimpin ingin menunjukkan betapa sungguh-sungguhnya ia terhadap apa yang ia   katakan,   perbuatan   pemimpin   jauh   lebih   penting   dari   pada   kata-kata   yang diucapkan. Kata dan perbuatan harus konsisten. Pemimpin teladan selalu berada di   depan.   Mereka   berada   di   depan   dengan   cara   memberikan   contoh   melalui kegiatan sehari-hari yang menunjukkan bahwa dia memiliki komitmen yang kuat terhadap   apa   yang   diyakininya.   Pemimpin   memahami   kekuatan   mencurahkan waktu untuk bersama     dengan     orang    lain,  bekerja   saling   membantu   dengan sejawat, dan  menyampaikan   cerita-cerita   yang   dapat   menghidupkan   nilai-nilai yang dianut, berkeyakinan kuat dalam ketidak pastian, dan mengajukan berbagai pertanyaan  agar orang  lain  mengungkapkan aspirasi dan  keinginannya. “Modeling   the   way   is   about   earning   the   right   and   the   respect   to   lead   through direct   involvement   and   action.   People   follow   first   the person,  then  the   plan.” (Kouzes dan Posner, 2007:16).
Dari  uraian  di  atas Kouzes dan Posner (2007) menyarankan dua langkah penting agar keteladanan kita efektif. Pemimpin pertama kali harus menemukan suara     hatinnya  dengan  memperjelas      nilai-nilai  pribadi  yang  dianutnya  baru kemudian memberi  contoh  dengan  cara  menyelaraskan  tindakannya dengan nilai-nilai   bersama. Berikut   diuraikan   secara   singkat   rincian   dari   kedua   langkah tersebut.
Para siswa  berharap agar guru menyuarakan nilai-nilai  dan prinsip-prinsip  yang  dianut  Untuk    berbicara  sesuatu   kepala sekolah harus mengetahui apa  yang  sedang  ia  bicarakan.  Untuk memperjuangkan   keyakinannya, kepala  sekolah  harus   mengetahui   apa   yang  Anda perjuangkan. “To walk the talk, you have to have a talk to walk” (Kouzes dan   Posner, 2007:47). Untuk   melakukan apa yang dikatakan,  Guru  harus mengetahui   apa   yang    ingin  ia  katakan. Untuk  mendapatkan  dan mempertahankan  kredibilitas,  peratama-tama  guru   harus   mampu mengartikulasikan  dengan  jelas  keyakinan  yang  ia  pegang teguh. Inilah  sebabnya  maka  memperjelas  nilai-nilai  merupakan  komitmen pertama seorang kepala   seolah. Memperjelas nilai merupakan  awal mula  dari semua  hal yang terkait  dengan  kepemimpinan. Untuk  memperjelas  nilai-nilai yang dianut, guru  harus melakukan dua hal berikut: Menemukan suara hati Anda,  Selaraskan dengan nilai bersama Untuk  menjadi pemimpin  yang   kredibel,  guru  harus benar- benar memahami keyakinan—nilai, prinsip, standar, etika, dan idealism yang dipegang teguh yang menjadi  pemandu  tindakannya.  guru   harus memilih  dengan  jujur  prinsip-prinsip   yang   akan   digunakan  sebagai  landasan  dalam   mengambil   keputusan   dan   melakukan   tindakan.   Guru harus mampu    mengekspresikan   dirinya  sendiri. Guru   harus mengkomunikasikan   keyakinannya  dengan  cara-cara yang  autentik  dan  unik sehingga dapat  merepresantasikan  siapa dirinya.  Akan   tetapi   guru tidak   boleh   hanya   berbicara   tentang   dirinya sendiri    ketika  mengemukakan    nilai-nilai  yang  menjadi    pemandu  pengambilan keputusan   dan   tindakannya.     Ketika   seorang  guru   mengungkapkan  komitmennya  tentang   kualitas   dan   inovasi   pendidikan,  atau   nilai-nilai  utama  lainnya,   seharusnya   guru tidak   mengucapkan,   “Saya   yakin   akan   hal ini.” Dia membangun  komitmen  peserta didik  dengan mengatakan, “Kita semua yakin akan hal itu.” Oleh karena itu, guru  bukan hanya harus memperjelas   nilai  pribadinya     akan  tetapi   juga   harus memastikan  adanya serangkaian   nilai-nilai   yang   disepakati   Di   antara   semua  peserta didik   yang dipimpinnya.
Meskipun merupakan hal   yang  esensial bagi   setiap    guru , kejelasan      nilai-nilai  pribadi    saja   tidak   cukup.   Guru  tidak   hanya berbicara dengan dirinya sendiri, dia juga harus berbicara dengan peserta didik  yang   dipimpinnya.   Harus   ada   kesepakatan   atas   nilai   bersama   yang   dipegang  teguh  oleh    murid-muridnya.   Nilai-nilai   bersama  akan menghasilkan perbedaan yang positif dan signifikan dalam hal sikap dan kinerja para peserta didik,   dan   pemahaman   bersama   terhadap   nilai-nilai   itu   akan   tumbuh melalui  proses,   bukan   melalui   slogan-slogan   atau   pengumuman.   Kebersamaan  akan   terbangun  melalui  dialog.   Pengembangan  diri   merupakan   hal  esensial   yang   harus   dilakukan   untuk   memastikan   bahwa   setiap   siswa  mampu bertindak atas dasar nilai bersama. Kredibilitas, baik individual meupun organisasional,  bukan   hanya   janji—melalinkan   juga  kemampuan   untuk mewujudkan janji itu.
Kouzes   dan  Posner   (2007)   menyarankan  tiga cara untuk mengembangkan kompetensi yang diperlukan dalam memperjelas nilai tersebut:
(1)   tulis   sebuah   harga   untuk   diri   anda,  
(2)   tulis   kredo   Anda,   dan  
(3)   lakukan dialog kredo. Berikut diuraikan langkah-langkah yang dapat ditempuh ketiga cara ini.
Proses   memperjelas   nilai-nilai   dapat   diawali   dengan   melakukan   refleksi terhadap sosok diri ideal yang Anda bayangkan—Anda ingin dilitah seperti apa oleh    orang    lain.  Ungkapan-ungkapan seperti   apa   yang  Anda  inginkan   untuk diucapkan   oleh   orang   lain   tentang   diri   Anda?   Bagaimana   Anda   ingin   dikenang oleh orang lain?   Uraian tentang diri seperti apa   yang   paling Anda   banggakan? Ungkapan   dan   sifat-sifat   seperti   itu   memang   terkesan   muluk-muluk   dan   ideal. Akan   tetapi,   semakin   kuat   kejelasan,   keyakinan,   dan   cita-cita   terhadap   standar keunggulan   pribadi,   semakin   besar   peluang   kita   untuk   berbuat     sesuai  dengan cita-cita itu.   Berbicara  tentang   memberi  contoh   pasti  terkait  dengan  pelaksanaan tindakan. Kouzes dan Posner (2007:75) menyatakan:  “[setting the examples] is about  putting  your money  where your  mouth  is..”  Memberi  contoh   adalah mempraktikkan apa yang Anda pidatokan, melaksanakan komitmen, memenuhi janji, bertindak sesuai ucapan, dan melalukan apa yang Anda katakan.
Oleh karena Guru merupakan pemimpin orang lain dan bukan hanya  memimpin  dirinya  sendiri maka  memipin   juga  berkaitan  dengan  apa yang  dilakukan peserta didik. Seberapa konsistenkah antara tindakan dan kata- kata mereka?  Sejauh  mana   mereka mempraktikkan apa yang mereka serukan? Sebagai   pemimpin, guru   bertanggung jawab atas apa yang  mereka lalukan.
Terdapat  dua  hal  esensial  yang  diperlukan   dalam   pemberian keteladanan,   satu   terfokus   pada diri  guru itu   sendiri   dan   yang   lain terfokus  pada  peserta didik  yang dipimpinnya. Yang pertama dilakukan melalui mempribadikan   nilai   bersama   dan   yang   berikutnya   membelajarkan   orang lain untuk   memodelkan   nilai-nilai   itu.   Untuk   mempraktikkan   kedua   hal   itu, guru  menjadi model bagi apa yang diperjuangkan oleh semua peserta didik  dan juga menciptakan budaya dimana setiap siswa berkomitmen untuk menyelaraskan dirinya dengan nilai-nilai bersama.
Mempribadikan nilai bersama  Jika   seorang guru   menginginkan   hasil yang lebih  baik  dalam  kempribadikan  nilai-nilai   bersama, ia   harus  memastikan  bahwa  ia mempraktikkan   apa   yang   ia   khotbahkan.   Dia   lebih   banyak   berbicara   dengan perbuatan dari pada dengan kata-kata.  Pemimpin  adalah  duta bagi  nilai-nilai  bersama  semua    siswa untuk   merepresentasikan  nilai-nilai  dan  standar,   siapapun   dan   di manapun.   Kouzes   dan  Posner(2007) menyarankan   beberapa   cara   sebagai   berikut   untuk   secara   pribadi   memberikan teladan tentang nilai bersama di lingkungan sekolah. Menggunakan waktu dan perhatian secara bijaksana. menggunakan sumber daya tak terbarukan ini hanya untuk nilai-nilai yang paling penting. berhati-hati dalam memilih kosa kata. Mengguunakan kata-kata dan frasa yang   mampu memberikan ekspresi terbaik terhadap budaya yang Anda inginkan. Mengajukan  pertanyaan-pertanyaan yang bermakna. Mengajukan pertanyaan- pertanyaan yang secara sengaja dimaksudkan untuk menstimulasi siswa  untuk berfikir lebih bermakna tentang nilai-nilai bersama.  Memintalah pendapat. Berusaha membelajarkan Orang Lain Untuk Memodelkan Nilai-Nilai Bersama  Orang-orang   di  sekitar  sekolah    tidak  hanya    melihat   guru, mereka juga memperhatikan warga sekolah lainnya.  Mereka  menaruh  perhatian terhadap   apa   yang   dikatakan   dan   dilakukan   oleh   warga   sekolah.   Bukan   hanya guru yang   diperhatikan   konsistensinya   antara   kata   dan   perbuatan. Semua warga sekolah merupakan pengirim sinyal tentang apa yang dihargai dan juga keteladanannya. Salah satu tugas guru  adalah menjamin bahwa tindakan    semua  siswa  sejalan  dengan nilai-nilai  bersama.  Berikut   ini beberapa cara yang dapat dilakukan guru untuk membelajarkan siswa sehingga mereka turut bertanggung jawab bagi kehidupan nilai- nilai bersama. Memperhatikan  kejadian-kejadian penting. Beri respon terhadap kejadian-kejadian   yang mengganggu nilai-nilai  dengan cara-cara yang   memperkuat nilai-nilai utama.
Dapat menyampaikan melalui cerita. Berilah contoh-contoh kepada  para siswa  tentang  apa  yang dilakukan  oleh  para siswa  dalam menghidupkan nilai-  nilai bersama, dan pastikan untuk selalu menyebutkan “moral  pada  akhir  cerita.”Berilah  penguatan  terhadap  perilaku yang Anda inginkan. Buatlah nilai dan ukur  perilaku  untuk menentukan konsistensi dengan nilai-nilai bersama. Berikan   pengakuan dengan cara yang terukur maupun tidak terukur terhadap perilaku yang konsisten dengan nilai-nilai yang dianut. Teori   kepemimpinan  terbaru meletakkan  keteladanan  pada  peringkat pertama  di  antara   sejumlah  karakteristik yang harus  dimiliki  oleh  seorang guru, sebagai pemimpin   pada   dasarnya   menjadi   contoh   yang   baik,   dan mewujudkan apa  yang  Anda  katakan.  Agar  diteladani,   pertama-tama   guru harus  benar-benar memahami  prinsip-prinsip yang   memandu  perilakunya.   Guru   harus   menemukan   pendirian   mereka   sendiri,   baru kemudian   menyuarakan dengan jelas  dan  tepat  nilai-nilai   yang  dianutnya   itu.  Oleh karena  pemimpin harus memperjuangkan keyakinannya, dengan sendirinya setiap   pemimpin   harus   memiliki   keyakinan   yang   harus   diperjuangkan.   Menjadi  teladan/uswatun khasanah dalam   mempraktikkan   apa   yang    telah ditentukan oleh lembaga dengan  komitmen,   memenuhi   janji,   bertindak  sesuai  ucapan,  dan  melalukan   apa   yang Anda katakana kepada  para peserta didik.

0 komentar:

Copyright @ 2013 IKATAN KELUARGA BESAR HAJI ABU BIN HAJI RAIS.